Pendahuluan
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan
lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai
diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali
perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut
telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang
kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai
bidang.
Artikel ini dimaksudkan untuk
mengurai sedikit dari sekian banyak hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut
terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Konsepsi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Secara konseptual, pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi
tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin
diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya
adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin
dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber kuangan, serta
pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah
terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah,
pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam
peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Hal ini
terutama disebabkan karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan kewenangan
yang pada awalnya diselenggarakan oleh pemerintah pusat kini menjadi urusan
pemerintahan daerah masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan
pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta
jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah,
yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor
manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien
sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
Tantangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Gagasan pelaksanaan otonomi daerah
adalah gagasan yang luar biasa yang menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun dalam realitasnya gagasan
tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan sejumlah tantangan
yang berat untuk mewujudkan cita-citanya. Tantangan dalam pelaksanaan otonomi
daerah tersebut datang dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya
adalah tantangan di bidang hukum dan sosial budaya.
Pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk reformasi berhembus di Indonesia.
Masih dalam suasana euphoria reformasi dan dalam situasi dimana krisis ekonomi
sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat, Negara Indonesia membuat suatu
keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia di Judicial Review dengan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini dilakukan setelah timbulnya
berbagai kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Judicial review tersebut dilaksanakan dengan mendasarkannya pada logika hukum.
Pada gilirannya, pemerintahan daerah
berhadapan dengan keadaan dimana mereka harus memahami peraturan
perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari
aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di
Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan hukum yang
sering terjadi dimana peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan realitas
hukum masyarakat sehingga kehilangan nilai sosialnya dan tidak dapat
dilaksanakan. Wacana ini pernah ditulis oleh Hikmahanto Yuwono dan dimuat
di harian Kompas pada tahun 2002.

Demikian pula bahwa perencanaan
pembangunan di daerah mesti didasarkan pada analisa yang obyektif bukan sekedar
ambisi kepala daerah dan harrus secara bijak memperhatikan kepentingan
masyarakat kecil. Belakangan ini kita sangat sering menyaksikan bagaimana para
pedagang kecil yang harus disejahterakan melalui pelaksanaan otonomi daerah
justru menjadi korban penggusuran.
Penutup
Masih sangat banyak tantangan yang dihadapi
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Banyak masalah yang timbul dalam
realitas namun tidak sedikit pula kemajuan yang telah dirasakan oleh masyarakat
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar